(Artikel oleh: Rifda Kamila A, peserta SDP Journalist Team)
Baru saja memasuki bulan Oktober, tanah air sudah digemparkan dengan maraknya kasus bunuh diri yang terjadi pada mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta dan Semarang. Dalam kasus tersebut, seorang mahasiswa UMY meninggal diduga bunuh diri pada Senin (2/10/2023) pagi. Mahasiswi tersebut berinisial SM (18) diduga lompat dari lantai 4 gedung asrama putri Unires UMY, Dusun Ngebel, Tamantirto, Kasihan, Bantul.
Dua kasus lainnya terjadi di Semarang, yang dilakukan oleh NJW (20) seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri yang berasal dari Ngaliyan, Semarang, ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang pada hari Selasa (10/10/2023). Kasus serupa dialami seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang yang berinisial EN (24) warga Kapuas, Kalimantan Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya pada hari Rabu (11/10/2023). Ketiga Fenomena ini semakin menunjukkan bahwa perlunya perhatian khusus terhadap kesejahteraan mental para mahasiswa di Tengah tekanan akademik dan situasi sosial yang semakin kompleks.
Menurut data dari kementerian kesehatan, angka bunuh diri di Indonesia meningkat sebesar 60% dalam 10 tahun terakhir. Kenaikan angka bunuh diri dapat disebabkan karena beban akademik yang berlebihan, persaingan yang ketat, kesepian, ketidakmampuan untuk mengatasi stress, dan masalah keuangan.
Kasus bunuh diri yang terjadi pada mahasiswa ini tentu mengguncang komunitas akademik dan mendorong pihak universitas serta organisasi mahasiswa untuk lebih memperhatikan kesehatan mental bagi para mahasiswanya. Meskipun pihak kampus telah meningkatkan Upaya untuk menyediakan fasilitas dan dukungan psikologis yang memadai seperti konseling gratis, seminar tentang kesehatan mental, dan kelompok dukungan.
Namun, masalah kesehatan mental tidak dapat diatasi dengan dukungan kampus saja. Diperlukan Kerjasama antara universitas, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan dan kesadaran mengenai pentingnya kesehatan mental harus ditingkatkan, sehingga stigmatisasi terhadap masalah ini dapat diatasi, dan para mahasiswa merasa lebih nyaman untuk mencari bantuan dan berbicara tentang perasaan mereka.
Krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa menjadi peringatan penting bagi seluruh pihak terkait untuk mengambil tindakan yang lebih serius. Beban akademik yang berlebihan dan tekanan sosial yang terus meningkat harus dikurangi, dan perhatian terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswa harus menjadi prioritas utama. Hanya dengan adanya perhatian dan dukungan holistik, dapat diharapkan refleksi positif pada kesehatan mental dan kesejahteraan mahasiswa di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah mengunjungi website resmi Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UNY