(Oleh: Ningendatta)
Hai semesta,
Tengah baikkah dikau dengan masa?
Indahkah engkau ditatap sebagai jagat raya?
Masihkah kau berseri dengan cahaya rembulanmu?
Masih tuluskah para bintang mencintaimu?
Dalam sendu aku merengkuh
Gelap nan sunyinya malam kelam
Termenung menatap guratan fatamorgana jauh tak terhingga
Betapa elegan siluet indahku tertimpa cahayamu
Titikku mengalir perlahan
Satu persatu membaur dengan butiran pasir hampa
Kuulurkan tanganku menggapai ke sana
Nihil, terlalu jauh kudapatkan
Terlalu menyakitkan untuk kugenggam
Cahayamu meredup
Anginmu terlalu dingin
Indahmu tertutup kabut abadi tak berkesudahan
Dimana engkau?
Telah hilangkah?
Apakah ombak selatan menenggelamkanmu di kala purnama?
Betapa ribuan kabut hitam menyelimuti warna putihmu dengan gelap
Menumbangkan hijaumu menjadi hamparan coklat gersang
Hamparan hijaumu menjadi ruang monoton tak berkesudahan
Gemerlap dunia nan eloknya
Kau telah berubah
Menjadi demikian
Bagai ketulusan mereka telah hilang
Bagaimanakah kau selanjutnya?
Baikkah kau dengan raga seperti ini?
Kuatkah kau menahan sakitnya tercabik oleh umat manusia?
Aku tahu
Mereka tak kalah indah darimu dulu
Tapi benar tuluskah keindahan itu?
Mungkin kau terlampau tahu
Namun kau hanya membisu
Membiarkan otak-otak itu tak peduli padamu
Menjejakkan ego di atas putus asamu
Kota gemerlap
Lampu bercahaya
Akankah selamanya kekal?
Dapatkah aku esok hari masih melihatmu?
Dengan keadaan yang kutahu benar kau tak baik
Semesta pilu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah mengunjungi website resmi Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UNY